Selasa, 25 November 2014

POTENSI LIMBAH KELAPA SAWIT UNTUK MENGATASI DAMPAK PENGGUNAAN BAHAN BAKAR FOSIL

POTENSI LIMBAH KELAPA SAWIT UNTUK MENGATASI DAMPAK PENGGUNAAN BAHAN BAKAR FOSIL


Sekarang sarana trsansportasi didominasi oleh penggunaan tenaga mesin. Tenaga mesin membutuhkan bahan bakar untuk menggerakkan mesin sehingga kendaraan tersebut dapat berfungsi. Bahan bakar yang digunakan oleh kendaraan bermotor berbeda-beda.  Bahan bakar yang digunakan oleh kendaraan berasal dari fosil yang berasal dari tulang belulang atau sisa tumbuhan zaman purba yang membatu dan tertanam di bawah lapisan tanah. Ada tiga jenis bahan bakar fosil, yaitu gas alam, minyak bumi, dan batu bara. Minyak bumi dan gas alam berasal dari pelapukan sisa kehidupan purba yang terpendam bersama air laut dan masuk ke dalam batuan pasir, lempung, atau gempung yang terbentuk paling sedikit dua juta tahun lalu. Batu bara dihasilkan dari pelapukan tumbuhan purba. Seiring dengan perkembangan zaman, penggunaan kendaraan bermotor semakin tidak terkendali.  Penggunaan kendaraan bermotor yang semakin bertambah menimbulkan cadangan bahan bakar fosil yang ada di bumi semakin berkurang yang bahkan akan mengalami kehabisan bahan bakar.
Selain akan mengalami kehabisan bahan bakar, ada dampak yang ditimbulkan dari pembakaran bahan bakar fosil tersebut.  Terdapat lima bahan pencemar utama yang disebabkan oleh pembakaran yaitu partikulat, gas belerang oksida, gas nitrogen oksida, gas karbon monoksida, dan senyawa organik yang berwujud gas. Dampak yang menyebabkan pencemaran udara akan mengakibatkan terjadinya efek rumah kaca. Efek rumah kaca disebabkan karena naiknya konsentrasi gas karbon dioksida (CO2) dan gas gas lainnya di atmosfer. Kenaikan konsentrasi CO2 ini disebabkan karena pembakaran bahan bakar minyak, batu bara , dan bahan organik lainnya yang melampaui kemampuan tumbuhan-tumbuhan dan laut untuk mengabsorbsinnya. Menurut perkiraan, efek rumah kaca telah meningkatkan suhu bumi rata-rata antara 1-5o C. bila kecendrungan peningkatan gas rumah kaca tetap seperti sekarang, hal tersebut akan menyebabkan peningkatan pemanasan global antara 1,5-4,5oC yang akan terjadi sekitar tahun 2030. Dengan meningkatnya konsentrasi CO2 di atmosfer, maka akan semakin banyak gelombang panas yang akan dipantulkan dari permukaan bumi diserap oleh atmosfer. Hal ini akan mengakibatkan suhu permukaan bumi menjadi meningkat.
Meningkatnya suhu permukaan bumi akan mengakibatkan adanya perubahan iklim yang sangat ekstrim di bumi. Hal ini dapat mengakibatkan terganggunya hutan dan ekosistem lainnya sehingga mengurangi kemampuan untuk menyerap karbon dioksida di atmosfer. Pemanasan global mengakibatkan mencairnya gunung-gunung es di daerah kutub yang menimbulkan naiknya permukaan air laut. Efek rumah kaca juga akan mengakibatkan meningkatnya suhu air laut sehingga air laut mengembang dan terjadi kenaikan permukaan air laut yang mengakibatkan negara kepulauan akan mendapatkan pengaruh yang sangat besar.  Selain itu juga pencemaran udara sangat berdampak pada kesehatan juga. Salah satunya yaitu gangguan pernafasan. Berdasarkan penelitian bahwa orang-orang yang tinggal di lingkungan yang banyak kendaraannya banyak yang mengalami penyakit pernafasan.
Solusi untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan energi yang yang berasal dari bahan yang tidak akan habis dan juga tidak berdampak pada alam maupun kesehatan. Salah satunya dengan memanfaatkan biomasa seperti tandan kelapa sawit. Tandan kelapa sawit banyak diproduksi oleh masyarakat tetapi belum dijadikan solusi untuk mengatasi masalah ini. Energi yang dibuat dari limbah kelapa sawit tidak akan pernah habisnya dan juga tidak akan bedampak pada alam maupun kesehatan. Hal ini karena limbah kelapa sawit tidak mengandung karbon dan senyawa berbahaya lainnya. Para peneliti mengemukakan bahwa kandungan yang terdapat dalam tandan kelapa sawit yaitu selulusa, hemiselulosa dan lignin. Ketiga senyawa tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan maupun alam. Jumlah limbah tandan kelapa sawit seluruh Indonesia pada tahun 2004 diperkirakan mencapai 18.2 juta ton.(Aryafatta, 2008). Sampai saat ini tandan kelapa sawit merupakan limbah berlignoselulosa yang belum termanfaatkan secara optimal. selulosa berpotensi menjadi salah satu bahan baku alternatifnya dan tandan kosong kelapa sawit memiliki potensi yang besar menjadi sumber biomassa selulosa dengan kelimpahan cukup tinggi dan sifatnya terbarukan. (Dea, I. A, 2009). Peneliti terdahulu telah melakukan penelitian mengenai Pemanfaatan tandan kelapa sawit menjadi bioetanol sebagai bahan bakar. Hal ini terbukti bahwa limbah kelapa sawit mengandung selulosa. Bahan berselulosa dapat dimanfaatkan menjadi bioetanol karena bahan berselulosa ini bila dihidrolisis akan menghasilkan gula dan dilanjutkan dengan fermentasi akan menghasilkan bioetanol. Bahan berselulosa ini sangat murah bahkan bisa didapatkan secara gratis. Penggunaan bahan berselulosa sebagai bahan baku bioetanol dapat meningkatkan manfaat atau nilai tambah dari limbah pertanian karena selama ini pemanfaatan limbah pertanian kurang dimanfaatkan secara optimal. (Aryafatta, 2008). Bioetanol merupakan salah satu biofuel yang hadir sebagai bahan bakar alternatif yang lebih ramah lingkungan dan sifatnya yang terbarukan.
Proses pembuatan bioetanol dari limbah kelapa sawit  terdiri dari beberapa tahapan. Tahap yang pertama dengan mencuci dan menggiling tandan kelapa sawit tersebut. Setelah digiling lalu mengalami proses pretreatment. Pada proses ini harus ditambah larutan NaOH 0,25 M, lalu dipanaskan dengan suhu 120oC selama 2 jam. Hal ini bertujuan untuk menguraikan lignin dan hemiselulosa pada limbah kelapa sawit. Selain itu proses ini berguna untuk mereduksi kristal selulosa dan juga untuk meningkatkan porositas bahan. Setelah proses pretreatment dilanjutkan dengan membuat bubur limbah kelapa sawit yang dicampuri air dengan perbandingan 1:8. Setelah itu langsung pada proses treatment dengan penambahan suspensi Aspergilus niger. Penambahan Aspergilus Niger menghasilkan enzim selulasa yang berfungsi untuk mendegradasi hingga mencapai oligosakarida yang lebih kecil dan molekul glukosa. Selain itu juga akan mengalami penambahan larutan NaOH dengan perbandingan 1:5 supaya diperoleh kadar glukosa yang maksimal. Setelah ditambahkan NaOH dan suspensi Aspergillus Niger lalu di aerasi pada suhu 50oC dengan pH 5. Setelah itu di saring dan langsung menuju proses fermentasi dengan menggunakan suspensi Zymomonas Mobilis. Penambahan Zymomonas Mobilis ini untuk menghasilkan etanol dalam skala besar. Pada proses ini dipanaskan dengan suhu 30oC pH 5 selama 48 jam. Lalu proses yang terakhir yaitu proses destilasi. Proses destilasi dilakukan dengan memperhitungkan perbedaan titik didih air dan alkohol.
Sebagai simpulan, limbah kelapa sawit bisa digunakan sebagai bahan bakar kendaraan. Selain itu, limbah kelapa sawit juga produksinya sangat banyak dan tidak akan pernah habis selama masih ada pembuatan minyak dari kelapa sawit. Bahan bahan bakar ini juga tidak berbahaya bagi kesehatan dan tidak merusak lingkungan. Etanol yang dihasilkan dari proses fermentasi tandan kelapa sawit memiliki angka oktan yang lebih tinggi dari pada bensin, maka perbandingan kompresi yang bisa dipakai juga lebih tinggi dan efisiensi termal teoritisnya akan lebih tinggi. Etanol dapat terbakar lebih sempurna sehingga gas buangan lebih ramah lingkungan.