POTENSI LIMBAH KELAPA SAWIT UNTUK MENGATASI DAMPAK PENGGUNAAN BAHAN BAKAR FOSIL
Sekarang sarana trsansportasi didominasi oleh penggunaan tenaga
mesin. Tenaga mesin membutuhkan bahan bakar untuk menggerakkan mesin sehingga
kendaraan tersebut dapat berfungsi. Bahan bakar yang digunakan oleh kendaraan
bermotor berbeda-beda. Bahan bakar yang
digunakan oleh kendaraan berasal dari fosil yang berasal dari tulang belulang
atau sisa tumbuhan zaman purba yang membatu dan tertanam di bawah lapisan
tanah. Ada tiga jenis bahan bakar fosil, yaitu gas alam, minyak bumi, dan batu
bara. Minyak bumi dan gas alam berasal dari pelapukan sisa kehidupan purba yang
terpendam bersama air laut dan masuk ke dalam batuan pasir, lempung, atau
gempung yang terbentuk paling sedikit dua juta tahun lalu. Batu bara dihasilkan
dari pelapukan tumbuhan purba. Seiring dengan perkembangan zaman, penggunaan
kendaraan bermotor semakin tidak terkendali. Penggunaan kendaraan bermotor yang semakin
bertambah menimbulkan cadangan bahan bakar fosil yang ada di bumi semakin
berkurang yang bahkan akan mengalami kehabisan bahan bakar.
Selain akan mengalami kehabisan bahan bakar, ada dampak yang
ditimbulkan dari pembakaran bahan bakar fosil tersebut. Terdapat lima bahan pencemar utama yang
disebabkan oleh pembakaran yaitu partikulat, gas belerang oksida, gas nitrogen
oksida, gas karbon monoksida, dan senyawa organik yang berwujud gas. Dampak
yang menyebabkan pencemaran udara akan mengakibatkan terjadinya efek rumah
kaca. Efek rumah kaca disebabkan karena naiknya konsentrasi gas karbon dioksida
(CO2) dan gas gas lainnya di atmosfer. Kenaikan konsentrasi CO2
ini disebabkan karena pembakaran bahan bakar minyak, batu bara , dan bahan
organik lainnya yang melampaui kemampuan tumbuhan-tumbuhan dan laut untuk
mengabsorbsinnya. Menurut perkiraan, efek rumah kaca telah meningkatkan suhu
bumi rata-rata antara 1-5o C. bila kecendrungan peningkatan gas
rumah kaca tetap seperti sekarang, hal tersebut akan menyebabkan peningkatan
pemanasan global antara 1,5-4,5oC yang akan terjadi sekitar tahun
2030. Dengan meningkatnya konsentrasi CO2 di atmosfer, maka akan
semakin banyak gelombang panas yang akan dipantulkan dari permukaan bumi
diserap oleh atmosfer. Hal ini akan mengakibatkan suhu permukaan bumi menjadi
meningkat.
Meningkatnya suhu permukaan bumi akan mengakibatkan adanya
perubahan iklim yang sangat ekstrim di bumi. Hal ini dapat mengakibatkan terganggunya
hutan dan ekosistem lainnya sehingga mengurangi kemampuan untuk menyerap karbon
dioksida di atmosfer. Pemanasan global mengakibatkan mencairnya gunung-gunung
es di daerah kutub yang menimbulkan naiknya permukaan air laut. Efek rumah kaca
juga akan mengakibatkan meningkatnya suhu air laut sehingga air laut mengembang
dan terjadi kenaikan permukaan air laut yang mengakibatkan negara kepulauan
akan mendapatkan pengaruh yang sangat besar.
Selain itu juga pencemaran udara sangat berdampak pada kesehatan juga.
Salah satunya yaitu gangguan pernafasan. Berdasarkan penelitian bahwa
orang-orang yang tinggal di lingkungan yang banyak kendaraannya banyak yang
mengalami penyakit pernafasan.
Solusi untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan energi yang yang
berasal dari bahan yang tidak akan habis dan juga tidak berdampak pada alam
maupun kesehatan. Salah satunya dengan memanfaatkan biomasa seperti tandan
kelapa sawit. Tandan kelapa sawit banyak diproduksi oleh masyarakat tetapi
belum dijadikan solusi untuk mengatasi masalah ini. Energi yang dibuat dari
limbah kelapa sawit tidak akan pernah habisnya dan juga tidak akan bedampak
pada alam maupun kesehatan. Hal ini karena limbah kelapa sawit tidak mengandung
karbon dan senyawa berbahaya lainnya. Para peneliti mengemukakan bahwa kandungan
yang terdapat dalam tandan kelapa sawit yaitu selulusa, hemiselulosa dan
lignin. Ketiga senyawa tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan maupun alam.
Jumlah limbah tandan kelapa sawit seluruh Indonesia pada tahun 2004
diperkirakan mencapai 18.2 juta ton.(Aryafatta, 2008). Sampai saat ini tandan
kelapa sawit merupakan limbah berlignoselulosa yang belum termanfaatkan secara
optimal. selulosa berpotensi menjadi salah satu bahan baku alternatifnya dan tandan
kosong kelapa sawit memiliki potensi yang besar menjadi sumber biomassa
selulosa dengan kelimpahan cukup tinggi dan sifatnya terbarukan. (Dea, I. A,
2009). Peneliti terdahulu telah melakukan penelitian mengenai Pemanfaatan
tandan kelapa sawit menjadi bioetanol sebagai bahan bakar. Hal ini terbukti
bahwa limbah kelapa sawit mengandung selulosa. Bahan berselulosa dapat
dimanfaatkan menjadi bioetanol karena bahan berselulosa ini bila dihidrolisis
akan menghasilkan gula dan dilanjutkan dengan fermentasi akan menghasilkan
bioetanol. Bahan berselulosa ini sangat murah bahkan bisa didapatkan secara
gratis. Penggunaan bahan berselulosa sebagai bahan baku bioetanol dapat
meningkatkan manfaat atau nilai tambah dari limbah pertanian karena selama ini
pemanfaatan limbah pertanian kurang dimanfaatkan secara optimal. (Aryafatta,
2008). Bioetanol merupakan salah satu biofuel yang hadir sebagai bahan
bakar alternatif yang lebih ramah lingkungan dan sifatnya yang terbarukan.
Proses pembuatan bioetanol dari limbah kelapa sawit terdiri dari beberapa tahapan. Tahap yang
pertama dengan mencuci dan menggiling tandan kelapa sawit tersebut. Setelah
digiling lalu mengalami proses pretreatment. Pada proses ini harus
ditambah larutan NaOH 0,25 M, lalu dipanaskan dengan suhu 120oC
selama 2 jam. Hal ini bertujuan untuk menguraikan lignin dan hemiselulosa pada
limbah kelapa sawit. Selain itu proses ini berguna untuk mereduksi kristal
selulosa dan juga untuk meningkatkan porositas bahan. Setelah proses pretreatment
dilanjutkan dengan membuat bubur limbah kelapa sawit yang dicampuri air dengan
perbandingan 1:8. Setelah itu langsung pada proses treatment dengan
penambahan suspensi Aspergilus niger. Penambahan Aspergilus Niger menghasilkan
enzim selulasa yang berfungsi untuk mendegradasi hingga mencapai oligosakarida
yang lebih kecil dan molekul glukosa. Selain itu juga akan mengalami penambahan
larutan NaOH dengan perbandingan 1:5 supaya diperoleh kadar glukosa yang
maksimal. Setelah ditambahkan NaOH dan suspensi Aspergillus Niger lalu di
aerasi pada suhu 50oC dengan pH 5. Setelah itu di saring dan langsung
menuju proses fermentasi dengan menggunakan suspensi Zymomonas Mobilis.
Penambahan Zymomonas Mobilis ini untuk menghasilkan etanol dalam skala besar.
Pada proses ini dipanaskan dengan suhu 30oC pH 5 selama 48 jam. Lalu
proses yang terakhir yaitu proses destilasi. Proses destilasi dilakukan dengan memperhitungkan perbedaan
titik didih air dan alkohol.
Sebagai
simpulan, limbah kelapa sawit bisa digunakan sebagai bahan bakar kendaraan.
Selain itu, limbah kelapa sawit juga produksinya sangat banyak dan tidak akan
pernah habis selama masih ada pembuatan minyak dari kelapa sawit. Bahan bahan
bakar ini juga tidak berbahaya bagi kesehatan dan tidak merusak lingkungan. Etanol
yang dihasilkan dari proses fermentasi tandan kelapa sawit memiliki angka oktan
yang lebih tinggi dari pada bensin, maka perbandingan kompresi yang bisa
dipakai juga lebih tinggi dan efisiensi termal teoritisnya akan lebih tinggi. Etanol
dapat terbakar lebih sempurna sehingga gas buangan lebih ramah lingkungan.